Sejak 2004, saya sudah mengenal dunia perkeretaapian. Berarti sudah 13 tahun saya mengikuti perkembangan perkeretaapian, terhitung sejak saya duduk di dekat sinyal keluar Stasiun Surabaya Pasarturi untuk melihat kereta berlalu lalang. Mulai dari Argo Bromo Anggrek yang masih berwarna ungu, lok-lok diesel hidrolik yang masih berlalu lalang, dan sampai atapers kereta ekonomi lokal.

Menyoroti kereta lokal, khususnya kereta komuter untuk para penglaju, kereta ini sudah ada sejak tahun 2004. Dua kereta komuter ini adalah Delta Express dan Komuter Sulam. Keduanya menggunakan KRD MCW 302. Dilanjutkan pada tahun 2009, keluarlah Arek Surokerto dengan relasi Surabaya-Mojokerto. Kereta ini menggunakan KRDE eks KRL ABB-Hyundai.

Armada yang Mengenaskan

Delta Express, atau masyarakat awam lebih familiar menyebut kereta ini Komuter SuSi (Komuter Surabaya-Sidoarjo), yang pada Gapeka 2017 disebut Komuter SuPor (Surabaya-Porong). Kereta ini memiliki relasi Surabaya – Porong PP. Pada awalnya, kereta ini memiliki 2 putaran dinasan (loop). Perbedaannya terletak pada lokasi keberangkatan pertama kali untuk nomor genap. Loop pertama, Delta Express berangkat dari Stasiun Porong. Loop kedua, Delta Express berangkat dari Stasiun Sidoarjo. Pada 2013, Loop yang berangkat dari Stasiun Sidoarjo dibatalkan karena dianggap sepi penumpang, dan berdampak pada Gapeka selanjutnya, kereta ini hanya berjalan 1 loop saja.

Delta Express tahun 2011 di Surabaya Kota

Komuter Surabaya-Lamongan, atau Komuter Sulam, merupakan Komuter yang paling padat menurut penulis. Kereta ini hanya jalan pada pagi dan sore hari, untuk mengakomodasi penglaju kota Lamongan, Gresik, dan sekitarnya. Penulis pernah mencoba kereta ini, dan memang penuh sekali, sehingga dapat disimpulkan bahwa kereta ini pernah menjadi andalan para penglaju di daerah tersebut. Sejak 2004 hingga sekarang tidak ada perubahan berarti dari jadwal dari kereta ini. Pada 2016 KRD MCW 302 milik Komuter SuLam digantikan dengan KRDI eks Cepu Express, sebagai bagian dari peremajaan armada

Arek Surokerto merupakan komuter yang paling pendek umurnya, hanya tahun 2009-2013 saja dijalankan. Pada Gapeka 2014 sebenarnya masih ada jadwal untuk Arek Surokerto, namun tidak dijalankan sama sekali. Selain masalah jadwal, kereta ini termasuk paling sering mengalami gangguan, baik overheat, rem terkunci, mogok, dan sebagainya. Meski demikian, salah satu rangkaiannya sempat menjadi cadangan Komuter SuSi pada tahun 2015 hingga awal 2016.

Arek Surokerto persiapan masuk Stasiun Surabaya Gubeng

Terkesan “Yang Penting Ada”

Dari ketiga kereta komuter yang disebutkan, ada satu hal yang menjadi keprihatinan penulis, yaitu “yang penting ada angkutannya”. Karena hanya sekadar ada, maka pelayanannya juga ala kadarnya. Mulai dari kurangnya promosi, kurangnya keandalan dan ketersediaan armada, hingga penghapusan perjalanan.

Keandalan dan ketersediaan armada menjadi salah satu masalah karena PT Kereta Api Indonesia selaku operator terkesan kurang serius menangani kereta komuter, khususnya di Daop 8. Bila armada dari KRD tersebut mengalami gangguan, maka perjalanan tersebut dibatalkan begitu saja tanpa ada pengganti, meski sesekali juga dijalankan penggantinya. Seperti yang terjadi baru-baru ini, Komuter SuLam dibatalkan operasionalnya karena KRDI yang biasanya digunakan mengalami gangguan, tanpa diberikan kereta pengganti. Pernah juga pada Mei 2017 yang lalu, Komuter SuPor juga dibatalkan karena mengalami gangguan roda. Itupun juga dibatalkan tanpa ada penggantian kereta.

Bila ditilik dari sarana, sebenarnya bisa diadakan, bila operator memang ‘niat’ membantu para penglaju untuk menggunakan jasa kereta api. Bagi para penglaju dari daerah penyangga kota Surabaya, hal ini sebenarnya cukup membantu bila transportasi ini dapat diandalkan. Namun pada kenyataannya, Komuter SuPor dan SuLam sudah tidak dapat diandalkan lagi. Ketika pengguna jasa mulai percaya dan mengandalkan Komuter, ternyata kereta tersebut tidak dijalankan. Maka tidak salah bila jumlah penumpang Komuter, khususnya SuPor banyak kembali menggunakan kendaraan pribadinya.

Penulis hanya berharap satu hal. Berilah perhatian lebih pada kereta Komuter. Kami para penglaju juga butuh angkutan, di saat jalan aspal sangat kurang bersahabat. Kereta berpenggerak (KRD) juga perlu diremajakan agar penumpang makin nyaman bila menaiki kereta tersebut. Profit memang penting, namun pelayanan juga penting. Pelanggan puas, maka profit naik dengan sendirinya. Mungkin kelak operator bisa membuat divisi komuter sendiri, seperti KRL Commuter Jabodetabek, yang benar-benar fokus pada pelayanan angkutan para penglaju. Penulis yakin bahwa suatu saat para penglaju yang bekerja di Surabaya juga akan mendapatkan fasilitas angkutan umum yang baik, kelak.

Oleh Ignatius R | Penulis sudah mengamati perkembangan kereta api, meski hanya di pinggir rel, sejak 2004. Menjadi penglaju kereta lokal pada 2007-2009 disaat belum ada pembatasan tempat duduk untuk kereta ekonomi lokal.

Artikel ini adalah pendapat pribadi dari sang penulis dan tidak berarti merefleksikan kebijakan maupun pandangan KAORI Nusantara.