
Ulasan Saekano Flat: Adaptasi yang Terjebak Dalam Krisis Identitas
Saenai Heroine no Sodatekata Flat bukan proyek transmedia seksi yang ditunggu-tunggu banyak orang seperti Attack on Titan. Baik sang penulis Maruto Fumiaki maupun sang ilustrator Kurehito Misaki bukan nama yang tenar di kalangan penggemar anime (dalam artian setenar Reki Kawahara). Novel ringan aslinya pun tidak terjual selaris novel Index maupun komik Attack on Titan.
Sehingga ketika mendapat info seri ini berlanjut ke musim kedua, rasa antusias seketika meluncur. Tidak banyak novel ringan semenjana (medioker) yang berlanjut ke musim kedua. Tetapi tidak ada makan siang yang gratis dan menyadari hal itu, ekspetasi harus disesuaikan. Akan ada perubahan-perubahan tak terelakkan sebagai harga yang harus dibayar. Episode 0 anime ini secara tersirat menjawabnya.
Saekano Flat hanya bisa dinikmati oleh penonton yang telah menyaksikan animenya atau membaca novel volume 1 sampai 4. Musim pertama animenya (yang terlihat lebih seperti kumpulan waifu pandering, pemuas kemaniakan) membangun basis hubungan yang sejatinya akan dijadikan fondasi konflik dalam musim kedua ini. Penonton sudah tahu bahwa Eriri memiliki demam hubungan masa kecil yang palsu, Utaha terobsesi dengan Tomoya, Megumi punya kepribadian yang datar namun asertif, dan Izumi sangat menghormati Tomoya.
Bila jalan ceritanya masih happy-go-lucky seperti dua musim Nisekoi, mungkin musim kedua ini akan enak ditonton. Tetapi novel volume 5 sampai 8 menyajikan konflik dan nuansa yang membutuhkan revolusi adaptasi. Tone musim pertama yang dipertahankan menjadikan anime ini berada dalam krisis identitas. Mau dibawa ke mana?
Cintailah Megumi Kato!
Saekano Flat adalah anime yang bagus ditonton dan sangat memuaskan bila penonton sudah mencintai Megumi Kato sejak awal. Bila penonton memilih cewek yang lain (disclaimer: seperti saya, yang secara personal memilih Eriri), adaptasi anime ini akan berupaya sedemikian rupa agar Anda memilih Megumi Kato.
Permasalahannya bukan soalan perang waifu. Seluruh karakter dalam Saekano bisa dicintai. Saya senang dengan Utaha yang blak-blakan, tidur tanpa bra di kamar Tomoya. Begitu pula dengan Michiru yang suka memperlakukan Tomoya secara se*enak*nya. Megumi, dengan perhatiannya yang besar terhadap Tomoya sejak awal seri ini dimulai, juga karakter yang bisa saya cintai.
Tetapi nuance, nuansa yang ditampilkan dengan indah dalam novel ringannya terpaksa diubah menjadi menjual Megumi Kato. Romansa Tomoya dengan Utaha saat membuat skenario bersama dalam kamarnya yang intim justru hanya digambarkan sebagaimana air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Tidak ada momen yang benar-benar memorable meski sebenarnya banyak visualisasi kreatif yang bisa dilakukan. Begitu pula bagian depresinya Eriri yang hanya digambarkan dengan bermain game dan memakan bubur bersama. Bandingkan dengan momen Tomoya bersama Megumi dalam episode 9 dan 11 yang digambarkan begitu indah, dengan lagu BGM khusus untuk mengisi momen mereka berdua.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Tomoya akan memilih Megumi (kecuali bila novelnya, yang dijadwalkan akan tamat pada volume 13, tiba-tiba berbelok tajam). Rahasia umum ini seperti yang didapatkan orang bila orang melihat Kirito dan Asuna saat menonton Sword Art Online, atau melihat Kirino dan Kyousuke saat menonton OreImo, atau bahkan Taiga dan Ryuuji dalam Toradora. Tetapi yang membuat Toradora enak ditonton adalah bagaimana Ryuuji berinteraksi dengan banyak orang sebelum memilih Taiga. Kyousuke harus menolak Ruri sebelum memilih Kirino. Tetapi Tomoya sudah memilih Megumi jauh di depan dalam anime ini. Nuansanya hilang.

Konflik Menggantung yang Ringan dan Ceria
Warna pastel yang muncul dalam musim pertama anime ini sangat cocok untuk sebuah romcom. Tetapi blessing software di sisi lain adalah contoh kekacauan manajemen yang bercampur dengan keteledoran manajemen sumber daya manusia, plus kepala proyek yang tidak berkompeten.
Penonton tidak diajak untuk merasa panik ketika mengetahui cherry blessing terlambat dari jadwalnya. Memang novel ringannya tidak menggambarkan suasana panik ini secara eksplisit, namun seluruh tanda-tandanya mengarah ke sana: Utaha yang akhirnya tidur bersama Tomoya, serta datangnya lima perkara yang disampaikan Utaha secara tersirat menyebutkan bahwa ada masalah dalam proyek ini. Begitu pula hasil “mengecewakan” blessing software, adalah potensi konflik yang tidak tergarap dengan maksimum.
Momen katarsis Tomoya bersama Megumi di akhir anime, dan episode terakhir anime ini secara keseluruhan adalah eksekusi Saekano Flat yang seharusnya terjadi di seluruh episode anime ini, bukan hanya milik episode ke-11. Episode tersebut memperlihatkan bahwa sesungguhnya Tomoya sadar dengan perasaan orang di sekitarnya, jadi mengapa episode-episode anime ini sebelumnya tidak menggambarkan hal tersebut dengan lebih tegas?
Konflik kepentingan dan ideologi Utaha dengan Akane pun merupakan kesempatan yang dieksekusi dengan hampir baik – bila saja penyutradaraannya bisa dilakukan lebih mendalam. Belajarlah barang lima menit saja dari House of Cards untuk menggambarkan suasana konflik ini. Anda tidak perlu mengerti jalan ceritanya untuk menangkap suasana konflik dalam video di bawah ini.
https://www.youtube.com/watch?v=HdIxwCK6Z8M
Kemudian bandingkanlah “I will not yield” versi nyata di bawah ini – senada, hanya kurang didramatisir –
Lalu simak kembali cuplikan ini.
https://www.youtube.com/watch?v=KF5Npba93Zk
Penuh Kompromi, – Tetapi Kehadirannya Saja Adalah Sebuah Mukjizat
Tidak banyak novel ringan papan tengah yang beruntung mendapatkan dua musim anime seperti Saekano. No Game No Life yang memiliki banyak penggemar rahasia (setidaknya di Indonesia) saja tidak berlanjut ke musim kedua. Di tengah-tengah ramainya industri animasi di Jepang yang membuat banyak studio anime keteteran menyesuaikan irama produksi, kehadiran musim kedua Saekano adalah sebuah mukjizat.
Saekano Flat tidak mungkin memuaskan seluruh pembaca novelnya, dan tidak ada satupun alih wahana di dunia ini yang mampu menggambarkan imajinasi pembacanya sesuai dengan otak semua orang. Tetapi Megumi Kato sudah memiliki banyak penggemar tanpa perlu dicekokkan ke penontonnya. Flag ga toranai kanojo akan lebih enak ditonton bila hubungan emosional Tomoya dengan karakter-karakter lainnya dieksekusi lebih baik.
Tetapi sebagaimana tidak ada yang sempurna dari apapun di dunia ini, mencintai orang yang kita sayang berarti siap menerima segala sisi darinya, termasuk kekurangan-kekurangannya. Saekano Flat pada akhirnya, tetap bisa dicintai dengan segala kekurangan-kekurangannya.
Positif
- Musim kedua!
- Tetap dengan lawakan dan fanservice yang banyak, tanpa membuat anime ini terasa eneg
- Terima kasih, Haruna Luna kini lebih enak didengarkan dan lagu-lagu anime ini secara umum juga lebih baik dari musim pertama
Negatif
- Megumi Kato dipaksa untuk bersinar dengan mengorbankan karakter-karakter lainnya
- Konflik? Konflik apa, ya?
- Kualitas eksekusi yang cenderung inkonsisten antar beberapa episode, dengan episode pertengahan yang menjadi korbannya.
- Sepertinya hari kiamat akan datang lebih cepat sebelum musim ketiga anime ini terwujud.
Yang Disayangkan
- Saekano Flat adalah contoh di mana visualisasi kreatif dan improvisasi khusus sangat mutlak diperlukan untuk memberi nilai lebih bagi penontonnya, bukan menjadikannya sebagai kumpulan dialog-dialog novel ringan yang dianimasikan.