
Opini: Ketika Komik Indonesia Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
Di tengah era globalisasi, produk asing sangat membanjiri Indonesia, mulai dari barang industri hingga pop culture, tak terkecuali komik. Begitu banyak komik luar membanjiri toko buku di Indonesia yang sudah berlangsung sejak lama karena memang banyak peminatnya terutama komik Jepang dan itu masih sejaman dengan munculnya komik lokal. Itu semua diawali dengan pemikiran para penerbit bahwa itu akan jauh lebih murah, lebih mudah, dan lebih cepat kalau menerjemahkan komik luar hingga akhirnya terbukti berhasil dari segi prospek bisnis dibandingkan membuat komik lokal yang membuat komik lokal produksinya sedikit hingga kalah dengan komik luar dari hasil terjemahan.
Meskipun kalah bukan berarti lantas menyerah dan sudah saatnya berubah arah. Komik luar yang selama ini hanya dibeli untuk dinikmati, sebagaimana awal mula seseorang menjadi komikus, kini dijadikan sebagai acuan komikus lokal untuk bertekad membuat komik yang diproduksi di dalam negeri. Mungkin tidak 100% lokal terutama dari style yang inspirasinya diambil dari komik luar, namun sejatinya itu bukan suatu masalah mengingat style tidak begitu dekat dengan persoalan hak atas kekayaan intelektual. Apalagi zaman sekarang adalah zaman produk global di mana para pelaku usaha termasuk industri raksasa tidak begitu menghiraukan bahwa kandungan lokalnya harus 100%.
Ibarat raksasa industri otomotif dunia yang untuk produk tertentu pihak manufaktur memutuskan untuk membuat sebagian komponennya oleh industri luar atau bahkan desainer mobilnya outsource dari negara luar yang bisa mempengaruhi style karena faktor kepercayaan secara global, selebihnya untuk penyelesaian produk berada di tangan pihak manufaktur untuk mendapatkan pengakuan dan keuntungan. Begitu juga komik, keputusan memakai style luar hanya sebuah benchmark yang menentukan pembuatan ilustrasi, marketing, hasil akhirnya untuk kepercayaan secara global. Selebihnya untuk penyelesaian produk dikerjakan oleh pihak pelaku industri dengan segenap staf lokalnya untuk memperoleh keuntungan dan pengakuan. Semenjak industri lokal, tentunya dapat berkontribusi lebih terhadap negara seperti pengakuan industri, kualitas sumber daya masyarakatnya, maupun masukan kas negara dari pajak yang dibayarnya.
Dari situlah akar munculnya re:ON comics. Seperti yang dikutip dari acara TV At the Wheel pada tahun 2014 silam, berbekal pengalaman sang founder Chris Lie ketika berkarya di luar negeri, baik dari penghasilan yang didapat untuk menunjang finansial maupun relasi untuk pengakuan secara global, terdapat niat untuk memajukan komik lokal bersama kedua rekannya. Tujuannya selain memperkenalkan kapabilitas komikus dan ilustrator Indonesia, juga membuat para komikus lokal bisa hidup dari karya ciptaannya ketika mereka tua nanti.
Meskipun re:ON comics diposisikan sebagai komik lokal, industri komik ini mengambil model penerbitan Jepang sebagai market validation untuk mengecek komik mana yang paling disukai, begitu juga artstyle yang paling terlihat sebagai penunjang utama untuk mencapai posisinya sebagai produk global. Artstyle Jepang merupakan yang dipilih karena dari segi visualisasi merupakan yang paling diminati mengingat setelah sekian lama dibumbui oleh komik Jepang dan didukung oleh banyak komikus dan ilustrator yang memiliki aliran seni yang sejalan dengan preferensi re:ON comics sehingga tercipta sebuah sinkronisasi antara komikus dan editor in-chief untuk karya yang lebih berkualitas secara menyeluruh. Dari situlah awal terciptanya komik lokal yang berorientasi produk global sehingga berpeluang lebih bisa diterima oleh beragam masyarakat.
Orientasi produk global pada re:ON comics selain dari para founder dan komikusnya yang menentukan kualitas produk, seperti Chris Lie yang berpengalaman berkarya di Amerika Serikat serta Matto Haq dan Ockto Baringbing yang pernah memenangkan Silent Manga Award dengan karyanya 5 Menit Sebelum Tayang, tetapi juga branding yang salah satu contoh paling mencolok adalah cosplay. Official cosplayer-nya termasuk yang memiliki pengalaman dan passion dibidangnya, seperti duo Clarissa Punipun dan Matcha Mei yang selain sudah memiliki beragam pengalaman sebagai guest cosplayer hingga diundang keluar negeri, mereka juga staf re:ON comics, dan duo Franzeska Edelyn dan Jeanice Ang yang keduanya kerap tampil dalam event pop culture sebagai guest.
Beberapa cosplayer lokal yang kerap ditunjuk oleh re:ON comics, meskipun tidak sesering 4 cosplayer tersebut, juga memiliki pengalaman global dibidangnya seperti Zainaru, dengan beragam pengalaman membuat kostum dan perform cosplay hingga mengantarkannya ke World Cosplay Summit diterapkan dalam pembuatan kostum Galau Man, dan Pinky Lu Xun, cosplayer senior Indonesia dengan beragam pengalaman cosplayer selama bertahun-tahun hingga menjadi salah satu barometer cosplay di Indonesia.
Selain cosplayer lokal yang memiliki pengalaman global, cosplayer luar negeri juga menjadi pilihan re:ON comics seperti Liui Aquino yang notabene merupakan official cosplayer re:ON comics. re:ON comics memilih cosplayer luar yang memiliki beragam pengalaman global untuk menjadi salah satu official cosplayer-nya sebagai bagian dari branding supaya lebih kompetitif secara global. Hasilnya menjadi paduan yang mengagumkan manakala cosplayer lokal dan luar dengan reputasi tingginya bisa berkarya untuk memajukan re:ON comics bahkan komik lokal.
Rutin berpartisipasi dalam beragam event pop culture adalah salah satu kunci sukses marketing dan branding re:ON comics, baik yang bertaraf nasional seperti Comic Frontier, Mangafest, dan Pasar Komik Bandung, maupun internasional seperti Pop Con Asia, Anime Festival Asia, dan Indonesia Comic Con. Partisipasi dalam beragam event pop culture termasuk jalan yang ampuh untuk marketing dan branding bahkan ketika berpartisipasi sebagai exhibitor Anime Festival Asia, kehadiran re:ON comics seperti bendungan utama di tengah derasnya serbuan pop culture Jepang yang hadir melalui event pop culture.
Selain event yang diadakan di Indonesia, re:ON comics juga berpartisipasi dalam event di luar negeri seperti Comic Fiesta di Malaysia dan Frankfurt Book Fair di Jerman. Seiring berjalannya waktu, re:ON comics menjadi salah satu sponsor utama event pop culture besar bahkan sampai bisa membuat event pop culture bertaraf internasional seperti ComicFest ID yang mengundang beragam cosplayer, exhibitor, dan narasumber dari luar negeri. Dari situlah salah satu permulaan komik Indonesia mejadi tuan rumah di negeri sendiri.
Tahun 2017 merupakan tahun re:ON comics semakin menunjukkan identitasnya sebagai tuan rumah komik lokal dengan tercapainya Vol. 25 yang dibentuk gathering para Reonites, mengadakan beberapa workshop, menjadi salah satu organizer dalam event Creators Super Fest 2017 dan menjadi pendukung utama dalam event Anime Matsuri. Menginjak usianya yang ke-4, tentunya re:ON comics diharapkan untuk hadir ke beragam skala, taraf, dan tempat event pop culture kedepan, lebih memperbanyak pengadaan workshop dan gathering, dan yang lebih diharapkan lagi adalah diadakannya kembali ComicFest ID untuk memperkuat eksistensi sebagai tuan rumah yang dibekali karya-karya, marketing dan branding yang semakin kompetitif sebagai dasar untuk memperkuat eksistensi komik lokal dimata global. Selamat ulang tahun, re:ON comics!
Ditulis oleh: Julkifri Ahmad Mursyid | Panelis “Mengontrol Fanatisme Pop Culture Jepang untuk Masyarakat Indonesia” pada event Road to KAORI Expo, konsultan kreatif | Tulisan ini adalah pandangan pribadi penulis dan tidak mencerminkan kebijakan editorial KAORI
KAORI Nusantara membuka kesempatan bagi pembaca utk menulis opini tentang dunia anime dan industri kreatif Indonesia. Opini ditulis 500-1000 kata dalam bahasa Indonesia/Inggris dan dikirim ke [email protected]